Selasa, 31 Desember 2013

Resolusi 2014 : Menjadi Makhluk "Hidup" yang Sebenarnya

Praaat... praat... praaat 
Bunyi kembang api mulai ramai terdengar. Dari sudut kamar kos di lantai dua, aku hanya diam. Asik bercengkrama dengan sahabat terbaikku yang tak bernyawa. Si biru tua, notebook yang hampir 5 tahun setia menemaniku bermain-main sekaligus berkarya. Ya, aku tidak beranjak sedikitpun malam ini kecuali hanya untuk makan malam, memberikan hak sepantasnya pada perutku yang keroncongan sejak sore tadi.
Ku buka si biru tua sekitar pukul sembilan. Facebook.com, segera ku ketik begitu sambungan internet telah aktif. Niat awal, aku hanya ingin menyelesaikan tugas review filmku lalu pergi tidur secepatnya. Sayangnya, internet selalu saja membuatku betah bermain berlama-lama  bersama si biru tua. Beberapa artikel mengenai perayaan tahun baru muncul di berandaku. Aku baca sekilas, berganti dari satu status ke status yang lain. Sampai pada suatu gambar, aku tertampar. Malu dengan diriku sendiri. 


Aku tahu rasanya. Aku tahu bagaimana pergantian hari, bulan ataupun tahun menjadi hal yang tak berarti. Dirayakan dalam sehari, lalu dilupakan. Seperti perayaan ulang tahun, perayaan tahun baru pun sama. Tak ada yang benar-benar memberi bekas. Seperti jejak kaki dipasir yang terhapus oleh deburan ombak. 
Berapa waktu yang telah ku habiskan untuk hidup? Apa yang ku dapat? Apa yang ku hasilkan? Aku tertegun. Sadar. Begitu tertinggal dan terbelakang. Bertahun-tahun waktu ku habiskan. Tapi apa yang telah ku lakukan? Apa yang telah ku hasilkan? Apa manfaat yang telah ku berikan pada sekitar? Baru aku tersadar. Selama bertahun-tahun menjadi manusia yang sama. Belajar banyak sekali hal berbeda, namun hidupku masih sama, bersikap sama, berpikir dengan pola pikir sama, hampir semuanya sama. Tiada perubahan berarti yang telah ku buat. Apa aku ini robot? Hanya bergerak setelah diperintah? Hanya bergerak sesuai perintah? Bergerak dengan gerakan yang sama? Yang itu-itu saja? Beratus-ratus bahkan beribu-ribu kali?! Bukan, aku bukan robot! Aku manusia. Aku bukan manusia yang hidup seperti robot. Aku berbeda. Hidupku bukanlah kumpulan perintah yang terus menerus diulang layaknya radio rusak. Hidupku bukanlah paksaan dimana rasa ikhlas dinomorduakan hanya karena tujuan materiil, pujian dan sanjungan manusia menjadi alasan. Hidupku bukanlah air yang mengalir mengikuti arus kemanapun ia bermuara. Aku bukan orang kebanyakan, yang takut untuk menjadi berbeda, takut menjadi asing dan memilih menjadi umum, melakukan hal-hal yang biasa dilakukan orang banyak padahal tak bermakna, tak bermanfaat. Aku berbeda. Aku harus berani menjadi berbeda. Menghidupkan hidup. Tidak sekedar hidup seperti orang kebanyakan. Mengikuti arus buatan. Ciptakan arus hidupmu sendiri! Kemana kau ingin pergi, diamana kau ingin berada, kaulah yang tentukan! 

Sebuah PR besar telah dibuat. Membuat diriku lebih 'hidup' dengan menciptakan arus hidupku sendiri. Tantangan perubahan didepan mata : 2014.




*credit picture: facebook.com ( pictures are not mine)

Minggu, 29 Desember 2013

A Fear of Lost

Not first, nor second
Maybe third or more
They still here, They still there
Not going anywhere

In the future they'll dissapear
Not here, nor there

Even before it happens
This fear can't be denied
Fear of lost, fear of being left

Now, I have you
Tommorow, I'll lose you

Now, I'm with you
Tomorrow, you won't be here

Am I ready for that?

Tuhan, Sampaikan Rinduku Pada Ibu

Desember. Pohon pinus, lampu kerlap-kerlip, boneka salju, puluhan permen coklat, dan paman berjenggot putih lebat yang baik hati. Bulan dimana seluruh keluarga berkumpul dan bercengkrama. Bulan ini selalu membawa setumpuk kenangan akhir tahun yang penuh kehangatan, bersama keluarga, bersama ibu. Ku raih sebuah foto yang tersimpan didalam laci meja dekat sofa. Lama ku pandangi foto itu. Paman, Bibi, Si kecil Aurora, Ayah, Aku dan Ibu. Satu-satunya foto keluarga yang aku miliki. Desember tahun ini, foto itu berumur tiga tahun, sama seperti umur kepindahanku ke sini. Tanpa paman ataupun bibi, tanpa ayah, dan sekarang tanpamu, ibu.
Aku rindu ibu. Aku merindukan setiap waktu yang kita habiskan bersama untuk membuat aneka kue dan kerajinan tangan. Aku rindu saat ibu memasak beraneka jenis menu untuk bekal sekolahku dengan mengenakan celemek merah kesukaannya. Pancake buatan ibu. Sudah lama sekali aku tak mencium baunya, memakanya dengan lahap bersama ayah. Aku rindu saat kita, dan ayah, mengunjungi pantai setiap kali libur musim panas datang. Nasihat-nasihat bijakmu yang selalu kau ucapkan tanpa bosan. Aku ingin mendengarnya lagi. Ibu, aku  merindukan pelukanmu. Pelukan hangat yang mampu membuat tangisku reda dan sedihku menghilang tanpa jejak. Ucapan selamat tidur selalu kau bisikkan tiap malam sebelum aku terlelap dalam mimpiku. Semangat selalu kau tularkan padaku lewat senyum dan tawamu. Ibu, takkan pernah bisa lagi kulihat wajahmu yang meneduhkan itu. Rasanya, baru kemarin kau ada disini. Menemani ku yang hidup seorang diri setelah pergi jauh meninggalkan rumah. Baru kemarin, aku melihatmu begitu muda dan berenergi. Ibu yang begitu menggebu-gebu dalam memberiku semangat untuk maju.
Aku masih ingat saat itu. Pertama kalinya dalam hidup, melihat ibu dan ayah bertengkar hebat didepan mataku dan itu semua karena aku. Dengan sekuat tenaga kau membelaku di depan ayah. Menjadikan dirimu sebagai tameng hanya untuk melindungi putri kecilmu ini. Bahkan, kau rela kehilangan kesempatan untuk menginjakkan kakimu lagi di rumah. Aku menangis. Hatiku terluka. Wanita paling baik yang pernah ku kenal, kehilangan hampir segalanya hanya untuk membelaku, tetap berada disampingku.
Aku ingat, pada suatu sore yang cerah, seminggu setelah kepergian kita dari rumah ayah, kita mengobrol diteras depan rumah baru kita.
“Bu, boleh aku bertanya?” Ibu mengangguk.
“Kenapa Ibu memilih untuk bersamaku dibanding Ayah?” Diam. Ibu hanya tersenyum. Aku cemberut melihat respon ibu. Pandangan ibu beralih dari mataku ke rerimbuan pohon di kejauhan.
“Mungkin karena Ibu lebih menyayangi mu dibanding ayahmu.”
“Tidak mungkin. Aku tahu betapa Ibu sangat menyayangi Ayah. Tapi, kenapa Ibu meninggalkan Ayah dan memilihku?.”
“Nak, apa kau ingat tiga tahun lalu saat kau baru saja lulus dari Sekolah Menegah Pertama?” Aku hanya mengangguk mengiyakan.
“Kau berkata pada Ibu bahwa kau ingin menjadi seorang muslim. Saat itu, Ibu merasa sangat sedih. Tapi apa kau tahu? Sejujurnya Ibu juga bahagia. Karenamu, Ibu punya keberanian yang tak pernah Ibu miliki sebelumnya. Ibu berani untuk jujur pada diri Ibu, pada tuhan, pada Ayahmu, dan pada semua orang, bahwa Ibu juga menginginkan hal yang sama denganmu. Ibu ingin menjadi seorang muallaf. Sudah lama Ibu tahu bahwa Islam adalah apa yang ibu cari. Islam adalah kebenaran. Kalau saja kamu tidak pernah mengatakan keinginanmu, Ibu mungkin takkan pernah berani untuk bertindak. Karena itu keinginanmu, Ibu punya kekuatan yang tak terbatas untuk mendukung apa yang kamu inginkan. Ibu ingin kamu bahagia.” Mata ibu tampak berkaca-kaca. Aku segera memeluknya.
“Ibu memang sangat menyayangi Ayah. Tapi kamu lebih membutuhkan kasih sayang Ibu dibanding Ayah. Kau lahir dari rahim Ibu. Sejak Allah menitipkanmu di dalam rahim Ibu, Ibu berjanji akan menjaga dan melindungimu sampai habis usia ibu nanti. Lebih dari itu, Ibu tidak ingin kau berjalan di jalan yang salah. Ibu ingin membimbingmu lagi menuju tujuan yang benar dalam hidup. Ibu tahu, Islam adalah kebenaran yang seharusnya Ibu ajarkan, bahkan semenjak kau kecil. Maafkan Ibu nak.“ Pelukanku semakin erat. Ingin ku katakan padanya saat itu bahwa tak seharusnya ia meminta maaf. Tapi, aku hanya mampu untuk diam. Aku menangis dalam diam.

Aku tersentak dari lamunan panjangku. Basah. Pipiku basah oleh air mata. Ku lirik jam dinding. 09.30 a.m. Dhuha belum berakhir. Aku segera beranjak pergi. Ku basuh sisa tangisku dengan berwudhu. Pagi ini, ku tunaikan lebih banyak rakaat dhuha. Ku panjatkan lebih banyak doa daripada biasanya, untuk Ibu, yang telah menjadi pelindung dan pembimbingku sepanjang hidupnya. Aku rindu padamu, ibu.

22 Desember 2013 
(Judul asli : Aku Rindu Ibu, ditambah sedikit perbaikan)

Selasa, 17 Desember 2013

Pelajaran dari Huruf ke Tiga

A B C...
Huruf ke tiga ini tak akan pernah menjadi begitu berarti seperti hari ini.
Sejak beberapa minggu yang lalu hingga hari ini, ia sukses menambah berat beban yang menggelayuti pundakku.
Begitu buruk kah? pikirku.
Ya, aku memang tidak memberikan segenap usahaku di masa itu.
Tapi, sebegitu buruk kah?

C
Aku menjiplak, aku meniru, ujarnya.
Aku membela.
Ia tak terima.
Tetap meniru, tetap tak dapat diterima.
Hilang kata.
Mulutku tak lagi membuka, tak lagi berkoar.
Raut kecewa bercampur kesal ku tergambar jelas.

Tak mampu diperbaiki saat ini. Maaf.
Sayang, tulusnya tak mampu ku rasa.
Salah ku? salah nya?
Mungkin salahku.
Tapi, tak adakah sedikit empati ?
Aku telah berusaha. Aku telah berkorban.
Batinku membela.

Sembunyi. Aku tak bisa sembunyi.
Basah. Pipiku basah.

Kecewa hampir hilang lenyap, namun kesal itu masih ada.
Itu hanya sebuah huruf? kenapa begitu kecewa? kenapa begitu terluka karenanya?
Definisiku bukan huruf.
Bukan pula angka.
Aku adalah makna yang ku tebar bagi alam semesta.





Senin, 16 Desember 2013

My Little Sister, I Envy You

I just had a call with my little sister. It's kind of dissatisfaction in the first. My mom already had her nice rest. Starting to talk, It felt a bit weird in the beginning. I never called my sister for a kind of girl's talk like this before. She just done her final semester exam and this morning she had her study's report. Actually her rank was not bad, but that's not great enough compare to what I had in the past. Yeah, sometimes I compare what I had in the past with things my sister have now. A kind of feelings between pride and jealousy? Maybe :p . It's good to hear that she is changing cause of her age and condition of our family. Recently, I'm a bit worried. Is she doing right? what is she thinking of future and people around her? especially things related to puberty. I guess she did well enough so far. Start from today, she have her holiday. I asked her to go to where I am so I can bring her to nice places here. However, she is still 12 years old. She never go in a 5-hours-journey alone. It's a bit dangerous then. My parents will think so much to allow her goes here alone.
Anyway, she told me what she did recently. Studying with friends in the night with help from senior neighbors, I felt a bit sad that I can help her in studying. Since when I was in the elementary, I wondered how it feels to have sister, brother, or adult who help me on studying or just assist me when I am studying, told me many things before I asked, such a guiding, clues, or suggestions that can me act carefully. So, it will be so glad to be there, watching and guiding my lil sister grows up this time. 
Furthermore, she told me something really surprising me. I never expect this thing before. She and four of her friends make a project to write a child's story. I know that she likes reading recently, but I never guess she will write story which is similar with books she'd read. Actually, she is making her second short story. I felt like 'Wow, what just did she said?', 'Is that true?'. A while ago, she joined Bahasa Indonesia competition. Guess what? She won, although in the 5th or 6th  place. That's great! she done better, when I joined similar competition long time ago I was lose. The big thing is that I am the one who want to start writing, but my sister already did it since she is young. Until now, I never finish even one of my short story. Pretty bad? Yeah! I should  take a look on my lil sister. I envy her for finding what she's like since childhood.

However, it's never too late to change, to go ahead.

Kamis, 12 Desember 2013

Now and Before


Turn the head back
Roads passed like a million times left
Long, far, left behind
When I'm still young and stubborn
Nobody can't controlled
Such wind blows, water flows, sun shines
Bright, and free
No trapped heart

I'm the one
The important one, everyone should understand
Laugh, cry, and yelled just as who I am
Stand, I am the strongest
Fell down and stumble, such a poor man

Give me this
Give me that
Don't make me sad
Don't make me angry
Do everything I want
I can't stand every little things I don't wish for


Now
A step further
Miles forward
Me, the stoppable one
Everything need to be understood
Not me, but all of you are the world
Not you, but me who will endure and suffered
The place I get is not mine, but our

Things never fully be mine
Nothing like laugh, cry, and yelled as I want anymore
World seems do different than I've seen when I were young
Sun shines not as bright as before
I am not the one anymore

The world is not mine anymore